Rabu, 21 Desember 2011

SYEIKH HAMZAH FANSURI


SYEIKH HAMZAH FANSURI
Oleh: H. Ahmadi Isa

       Hampir semua penulis sejarah Islam di tanah air kita menulis bahwa Syeikh Hamzah Fansuri dan muridnya Syeikh Syamsuddin Sumatrani adalah termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan Al-Hallaj. Dalam tasawuf keduanya berpaham hulul, ittihad, mahabbah.
        Syeikh Hamzah Fansuri, juga dikenal sebagai salah seorang pujangga Islam yang sangat termesyhur di zamannya, malah hingga kini namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusasteraan Melayu dan Indonesia.
Dia tercatat sebagai tokoh besar dalam perkembangan Islam di Nusantara. Dalam buku-buku sejarah Aceh, kebesarannya selalu diuraikan dengan panjang lebar.
Pada abad ke-16 ada sejumlah ulama terkenal yang berasal dari Fansuri. Dia adalah salah seorang ulama besar dari Fansuri. Ulama lain yang juga berasal dari Fansuri ialah Syeikh  Abdul Murad, Syeikh Burhanuddin ( murid Syeikh Abdur Rauf Al-Fansuri).
            Kapan Syeikh Hamzah Fansuri dilahirkan, ternyata hingga kini belum diketahui secara pasti. Diperkirakan dia lahir sebelum Islam datang ke tanah Aceh, di saat daerah itu dikuasai oleh kerajaan Siam, yang diperintah oleh Syahir Nuwi.
          Ajaran tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri  selalu mendapat tantangan, karena dia mengajarkan ajaran tasawuf mengenai  paham Wahdatul Wujud, Hulul, Ittihad. Karena dia mengajarkan paham tersebut, dia dituduh zindiq, sesat, kafir, dan sebagainya. Malah dia dituduh pengikut aliran Syi’ah. Walaupun demikian ada pula yang mengatakan bahwa Syeikh Hamzah Fansuri bermazhab Syafi’i di bidang fikih, dan dalam bidang tasawuf, dia mengikuti tarikat Qadiriyah yang didirikan oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani.
          Karya-karya tulis Syeikh Hamzah Fansuri banyak diminati oleh para ilmuan. Baik ilmuan dari Barat maupun dari Timur. Di antaranya ialah Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prof. A. Teeuw, R.O Winstedt, dan J. Doorenbos. Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan J. Doorenbos meneliti biografi Syeikh Hmazah Fansuri secara seksama untuk meraih gelar Pd.D masing-masing di Universitas London dan Universitas Leiden.
          Syeikh Hamzah Fansuri menguasan beberapa bahasa, yaitu bahasa Arab, Parsi, dan Melayu. Dia menulis kitab-kitab rasawufnya dalam bahasa Arab, dengan menelaah kitab-kitab berbahasa Parsi.
berbagai negara di Timur Tengah untuk mencari ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan agama. Dia  pergi ke Timur Tengah, utamanya Makkah dan Madinah. Dia juga mengembara ke berbagai daerah di Nusantara, yaitu Pahang, Kedah, dan Banten.
          Syeikh Hamzah Fansuri sering mengungkapkan ajaran tasawufnya melalui syair. Dia ungkapkan dengan kata-kata simbol, seperti Abu Yazid Al-Bustami mengatakan : “Tidak ada di dalam jubahku, kecuali Allah”. Sebagaimana juga diungkapkan di dalam kitab suci Alquran, yang maknanya demikian : “Di mana saja kamu hadapkan mukamu, di situ wajah Allah”. “Kami lebih dekat daripada urat leher”. Perkataan berbentuk simbol ini sulit untuk dipahami oleh orang awam, perkataan seperti itu hanya bisa dipahami oleh para sufi, karena perkataan seperti itu mempunyai kaidah dan ta’wil, dan makna yang dalam, dan harus  diterangkan dengan panjang lebar, sesuai dengan pengetahuan kesufian yang mereka kuasai.
          Syeikh Hamzah Fansuri sangat rajin menyebarkan ajaran tasawufnya. Diriwayatkan, dia pernah menyebarkannya ke pulau Jawa, terutama di Banten. Selain itu dia pernah pula pergi menyebarkan ajaran tasawufnya ke Perak, Perlis, Kelantan, Terengganu, dan lain-lain. Dengan tersebarnya ajaran tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri di mana-mana, maka menimbulkan ada pendapat yang pro atau mendukung ajarannya, dan sebaliknya ada pula yang kontra, menyerang ajarannya.
          Di antara ulama yang menentang ajarannya ialah Syeikh Nuruddin Ar Raniri. Dia bukan sembarang ulama, namun, dia adalah serang ulama terkenal. Dia sangat menguasai ilmu syari’at. Sedangkan Syeikh Hamzah Fansuri yang ditentangnya, lebih menguasai ilmu bathini (rohaniah).



Tidak ada komentar: