SYEIKH ABDUS SAMAD AL-PALIMBANI
Oleh: H. Ahmadi Isa
Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani adalah anak seorang ulama terkenal bernaama Syeikh Abdul Jalil bin Abdul Wahab bin Syeikh Ahmad Al-Madani Al-Yamani. Bapak Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani ini adalah tokoh sufi, dia senang berkelana ke mana-mana. Setelah enam bulan Syeikh Abdul Jalil berada di Palimbang, dia terus mengembara ke tanah Jawa. Dari Jawa , dia terus berkelana ke India. Sesudah itu dia menuju ke Murqui di Selatan Birma. Dia juga pernah pergi ke Kedah, dia berada di sini pada 1 Jumadil Akhir 1122 H. Di antara muridnya di Kedah adalah Sultan Kedah yang bernama Tengku Muhammad Jiwa.
Sultan Kedah, Tengku Muhammad Jiwa, mengangkat gurunya, Syeikh Abdu Jalil sebagai Mufti. Sultan Kedah mengawinkan gurunya dengan Wan Zainab binti Dato’ Seri Maharaja Putera Dewa. Dari perkawinannya ini, dia mendapat dua orang anak, yaitu Wan Abduk Qadir, dan Wan Abdullah.
Pada suatu ketika datanglah seorang muridnya di Palimbang bernama Raden Siran ke Kedah. Raden Siran minta kesediaan gurunya, Syeikh Abdul Jalil untuk berkunjung ke Palimbang, karena banyak murid-muridnya yang merindukannya di sana. Permintaan Raden Siran itu disetujui oleh Syeikh Abdul Jalil.
Setelah Syeikh Abdul Jalil melapor kepada Sultan Kedah, Tengku Muhammad Jiwa, Maka berangkatlah dia bersama muridnya Raden Siran menuju Palimbang. Raden Siran dengan penuh kesungguhan meminta agar Syeikh Abdul Jalil berkenan kawin lagi di Palimbang. Permintaan Raden Siran ini ternyata tidak sia-sia, ternyata gurunya, Syeikh Abdul Jalil memperkenankan harapan muridnya. Dikawinkanlah Syeikh Abdu Jalil dengan Raden Ranti. Dari perkawinannya inilah melahirkan seorang putera bernama Abdus Samad, yang dikemudian hari dikenal nama Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani, seorang tokoh sufi yang kita ketengahkan dalam tulisan ini.
Setelah beberapa waktu berselang, Syeikh Abdul Jalil kembali menuju Kedah, melanjutkan tugasnya sebagai Mufti Kedah. Ketiga puteranya, Abdul Qadir, Abdullah, dan Abdus Samad, pada mulanya dididiknya sendiri, dia berikan pelajaran keagamaan, kemudian ketiganya melanjutkan pendidikannya ke salah satu pondok di negeri Patani. Dari sana terus dua di antaranya, Wan Abdul Qadir dan Abdus Samad melanjutkan pendidikannya di Makkah, sedangkan Wan Abdullah tidak melanjutkan pendidikannya ke sana. Pada tangggal 19 Rabi’ul Awwal tahun 1153 H, Wan Abdullah dinobatkan menjadi
bakal Sultan, dengan gelar Seri Maharaja Putera Dewa.
Setelah Wan Abdul Qadir menamatkan pendidikannya di Makkah dan Madinah, dia kembali ke Kedah, kemudian dia dilantik menjadi Mufti Kedah mengantikan orang tuanya, Syeikh Abdul Jalil.
Adapun Syeikh Abdus Samad masih menatap di Makkah, dan dengan beberapa orang kawannya, antara lain Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari dan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Patani melanjutkan pendidikannya ke Madinah. Di sana, dia belajar kepada ulama-ulama sufi, antara lain Syeikh Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim Saman Al-Madani.
Diceriterakan , Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani pernah pulang ke Palimbang, namun, karena Palimbang ketika itu telah dijajah oleh Belanda, sehingga dia berkeberatan tingal di Palimbang. Dengan tekad bulat dia pergi ke hutan menebang kayu untuk membuat sebuah perahu yang akan dipergunakannya mengarungi samudera pergi ke Makkah. Hal ini dia lakukan untuk menunjukkan bahwa dia betul-betul anti penjajah, anti Belanda, anti orang kafir, dan dia tidak mau berhubungan dengan orang-orang kafir.
Dengan demikian, walau bagaimanapun sulitnya pergi ke Makkah dengan perahu, namun, dia tetap tidak mau menggunakan kapal kepunyaan Belanda. Dia pergi ke Makkah pada tanggal 10 Muharram 1244 H.
Yang penting ditulis di sini adalah, Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani terkenal sebagai seorang sufi yang menulis beberapa karya tulis tentang tasawuf, sekaligus dia dikenal sebagai penegak jihad fi sabilillah pada peperangan di daerah Senggara melawan bangsa Siam yang bernama Bidha. Tidak benar dugaan orang yang mengatakan bahwa sufi hanya memikirkan akhirat. Ternyata, Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani dikenal sebagai sufi dan yang berperang, dan syahid di medan juang.
Beberapa karya tulis Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani adalah :
1. Shirat al Murid fi Bayani Kalimat al Tauhid.
2. Hidayat al-Salikin
3. Siyar al-Salikin
4. Urwat al-Wustqa
5. Ratib Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani
6. Nashihat al-Muslimina wa Tazkirat al-Mu’minin fi Fadail al-Jihadi wa Karamat al-Mujtahidina fi Sabilillah.
Karya tulisnya yang terkenal, Hidayat al-Salikin adalah banyak diambilnya dari kitab Bidayat al-Hidayah karangan Imam Al-Ghazali, kemudian dia tambahkan dengan kitab-kitab karangan sufi lainnya. Kitab Hidayat al-Salikin merupakan kitab tasawuf pertama yang ditulisnya dalam bahasa Melayu.
Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani berkomentar, bahwa keutamaan ilmu Tasawuf, ialah apabila ilmu itu disoroti dari segi manfaatnya. Dia menunjuk sejumlah kitab tasawuf sebagai buktinya, antara lain Bidayat al-Hidayah, Minhaj al-Abidin, Ihya’ Ulum al-Din, Arba’ina fi Ushul al-Din, kesemuanya adalah kitab tasawuf karangan Imam Al-Ghazali. Serlain itu dia ketengahkan pula kitab Yawaqit wa al-Jawahir, karangan Syeikh Abdul Wahhab As-Sya’rani, Syarah Hikam karangan Syeikh Ibnu ‘Ubbad, Al-Durr al-Samin karangan Sayid Abdul Qadir Alaydrus, dan lain-lain.
Abdus Samad Al-Palimbani di abad ke-18, pada saat itu Islam di Kesultanan Palembang telah menunjukkan kemajuan-kemajuan yang menonjol. Sultan Najmuddin (berkuasa 1706-1774 M.) dan puteranya Sultan Bahauddin (berkuasa 1774-1804 M.) kelihatan memberikan perhatian yang besar untuk pembinaan Islam di sana. Masjid Agung Palembang yang sangat megah, misalnya, dibangun pada tahun 1740 M. Para ulama dan cendekiawan muslim mendapat pengayoman pula dari kesultanan, sehingga dalam abad itu muncul penulis-penulis Palembang yang sampai sekarang masih banyak tulisan mereka yang dapat ditemui. Kesultanan Palembang pada abad ke-18 M itu adalah menjadi salah satu pusat pengkajian Islam. Sejak abad ke-18 itu sudah banyak orang Arab yang menatap di sana, dan punya perkampungan di sana.
Nama lengkapnya disebut Abdus Samad Al-Jawi Al-Palimbani. Dari nama ini bisa diketahui bahwa dia adalah orang Jawi (Melayu) yang berasal dari Palembang. Riwayat hidupnya belum banyak yang bisa diungkapkan, dia dia banyak dikenal melalui tulisan-tulisannya yang masih ada sampai sekarang.
Sewaktu Syeikh Abdus Samad bin Syeikh Abdul Jalil masih menetap di Makkah ia dan beberapa orang sahabatnya di antaranya Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari dan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani melanjutkan pelajarannya di Madinah. Di sana dia belajar kepada ulama-ulama sufi di antaranya Syeikh Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim Saman al-Madani. Dikatakan bahwa beliau pernah pulang ke Palembang, namun oleh karena Palembang ketika itu telah dijajah oleh Belanda, dia tidak bersedia tinggal di Palembang. Dengan tekad bulat, dia pergi ke hutan menebang kayu untuk membuat perahu yang akan dipergunakan untuk kembali ke Makkah. Hal ini disebabkan karena semangat anti kepada Belanda anti kafir, sehingga beliau tidak akan mengadakan hubungan dengan orang kafir sedikitpun. Jadi walau bagaimana sulitnya untuk pergi ke Makkah kerena semua kapal adalah kepunyaan Belanda terpaksalah dia bertindak nekad seperti yang disebutkan di atas. Apakah benar tidaknya ceritera ini, namun, nyatanya banyak orang yang menceriterakankannya. Berdasarkan buku Al-Tarikh Salasilah Kedah, menerangkan bahwa pada 10 Muharram 1244 H, duli Tengku Muhammad Saat dan Tuan Syeikh Abdus Samad anak Syeikh Abdul Jalil al-Mahdani yang baru sampai di Makkah hendak berjumpa dengan saudaranya Syeikh Abdul Qadir yang menjadi Mufti di negeri Kedah, dan Dato Kema Jaya Pulau Langkawi, dan hulubalang pahlawan semuanya sepakat membuat angkatan yang kuat hingga dapat pulang ke Kota Kuala bertemu Tengku Muhammd Saat.
Dijelaskan bahwa Syeikh Abdus Samad baru kembali dari Makkah pada 10 Muharram 1244 H, namun tahun yang tepat tentang ini tidak ada yang memestikannya.
Nampaknya peranan Syeikh Abdus Samad al-Palimbani sangat penting dalam perang yang terjadi antara Kedah dan Patani melawan Siam. Dalam hal yang lain saudaranya Syeikh Abdul Qadir bin Syeikh Abdul Jalil juga memegang peraranan penting dalam kerajaan Kedah, selain daripada jabatannya sebagai Mufti, dia juga pernah diutus ke Benggala untuk bertemu dengan pihak East India Company yang ketika itu tidak membayar penghasilan di Pulau Pinang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar