Kamis, 22 Desember 2011

AL-QUSYAIRI


AL-QUSYAIRI
Oleh: H. Ahmadi Isa

            Nama lengkapnya ialah Abd al-Karim bin Hawazin al-Qusyairi. Dia dilahirkan pada tahun 376 H. di Istiwa, kawasan Nishapur, salah satu pusat ilmu pengetahuan pada masanya. Di sinilah dia berjumpa dengan gurunya, Abu Ali al-Daqqaq, salah seorang sufi terkenal di kala itu. Al-Qusyairi senang menghadiri majelis pengajian yang diadakan oleh gurunya, dan dari gurunya itulah dia menekuni jalan sufi. Sang guru menyarankan kepadanya untuk mendalami lebih dahulu fikih kepada seorang ahli fikih terkenal, Abu Bakar Muhammad bin Abu Bakar al-Tusi (w. 405 H.) ; juga mempelajari ilmu tauhid serta ushul fikih kepada Abu Bakar bin Faurak (w. 406 H.).
          Al-Qusyairi adalah salah seorang tokoh terkemuka pada abad ke lima Hijriyah, dia berupaya mengadakan pembaharuan, yakni dengan cara mengembalikan tasawuf ke landasan al-Qur'an dan al-Sunnah Rasulullah Saw yang merupakan ciri khas dan utama ajaran tasawuf beraliran Sunni. Kedudukannya menjadi sangat penting mengingat karya-karya tulisnya tentang tasawuf dan sufi beraliran Sunni abad-abad ketiga dan keempat Hijriyah, yang dengan cara ini dapat menjaga kelestarian pendapat serta hazanah tasawuf yang berkembang ketika itu, baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis.
          Menurut pendapat Ibn Khalikan, al-Qusyairi adalah  seorang tokoh yang mampu memadukan syariat dengan hakikat. Al-Qusyairi meninggal pada tahun 465 H.
          Al-Qusyairi menjedi terkenal karena sebuah karya tulisnya tentang tasawuf, yaitu Al-Risalah al-Qusyairiyah. Tulisan ini diperuntukkannya kepada para sufi di beberapa negara Islam dalam tahun 473 H., dengan cepat kitab itu tersebar ke seluruh tempat, istemewa karena isinya bertujuan untuk mengadakan perbaikan terhadap ajaran-ajaran para sufi yang pada saat itu telah banyak menyimpang dari sumber ajaran Islam.
          Andaikata karya tulisnya, Al-Risalah al-Qusyairiyah itu dikaji secara cermat dan seksama, maka akan tampak sangat jelas bagaimana al-Qusyairi mengembalikan ajaran tasawuf ke atas landasan ajaran Ahl al-Sunnah. Al-Qusyairi senddiri menegaskan : "Ketahuilah! para tokoh aliran ini (maksudnya : para sufi) membina prinsip-prinsip tasawuf di atas landasan tauhid yang benar, sehingga terpeliharalah ajaran tasawuf mereka dari berbagai penyimpangan. Selain itu mereka lebih dekat dengan ajaran tauhid kaum salaf maupun Ahl al-Sunnah yang tidak bisa ditandingi keabsaahannya dan tidak pernak terhenti". Secara tersirat dari ungkapan kata al-Qusyairi ini terkandung protes terhadap para sufi yang terlibat syatahat, yang melontarkan kata-kata penuh kesan, namun, diucapkan di bawah sadar, sehingga dari ucapan mereka terdengar secara zahir, gambaran adanya perpaduan antara sifat-sifat ketuhanan dengan sifat-sifat kemanusiaan.                                                        
Al-Qusyairi juga memprotes keras kepada para sufi pada masanya, karena kesenangan mereka memakai pakaian orang miskin, sementara pada saat yang sama tindakan mereka nampak bertentangan dengan yang mereka pakai. Al-Qusyairi menekankan bahwa kesehatan dan ketenteraaman batin akan didapat dengan cara berpegang teguh terhadap ajaran kitab suci al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw. Berpegang kepada keduanya lebih utama ketimbang pakaian lahir, sebagaimana dia ungkapan dengan kata-kata singkat, padat, penuh makna dan arti, yaitu : "Wahai saudara-saudaraku! Janganlah kalian terpesona oleh pakaian lahiriah, maupun sebutan yang kalian lihat (pada para sufi se zamannya). Sebab, ketika hakikat-hakikat realitas-realitas (kenyataan) itu tersingkap, niscaya kalian melihat jelas keburukan para sufi yang mengada-ada dalam berpakaian ... setiap pengamalan ajaran tasawuf yang tidak disertai kebersihan, maupun menghindari kemaksiatan adalah apengamalan ajaran tasawuf yang palsu, serta menyiksa, mempersulit diri ; dan sertiap batin yang bertentangan dengan lahir adalah keliru ... dan setiap tauhid yang tidak selaras, tidak dibenarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw adalah pengingkaran terhadap Tuhan, serta tidah bisa dikatakan bertauhid ; serta setiap pengenalan terhadap Allah Swt (ma'rifah) yang tidak disertai ketawadukan (kerendahan) hati, maupun kelurusan jiwa adalah palsu, dan itu bukan ma'rifah, pengenalan terhadap Allah yang sebenarnya.

Tidak ada komentar: