AL-JILI
Oleh: H. Ahmadi Isa
Nama lengkapnya ialah Abd al-Karim ibn Ibrahim ibn Abd al-Karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili. Dia mendapat gelar kehormatan "Syeikh" yang biasa dipakai di awal namanya. Selain itu, dia juga mendapat gelar "qutb al-din" (poros agama), suatu gelar tertinggi dalam hierarki sufi. Namanya dinisbatkan dengan al-Jili, karena dia berasal dari Jilan. Akan tetapi, Goldziher mengatakan, penisbatan itu ialah kepada "Jil", sebuah desa dalam distrik Bagdad. Hipotesis Goldziher itu dibantah oleh Nicholson, dengan mengemukakan ungkapan al-Jili sendiri di dalam salah satu tulisannya yang menyebutkan bahwa dia mempunyai pertalian darah (nasab) dengan penduduk Jilan (Kilan), dan berasal dari Bagdad. Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa dia adalah orang Arab dan sebahagian besar buku yang ditulisnya pun adalah dalam bahasa Arab. Dari itu, mungkin kurang tepat kalau dia dimasukkan dalam salah seorang pemikir dan sufi Persia, apalagi apabila dilihat dari perjalanan hidupnya lebih lanjut, dia tidak banyak menghabiskan waktunya di Persia, hari-harinya dia habiskan di kota Zabid, Yaman Utara.
Di mana al-Jili sebenarnya dilahirkan, tidak diketahui dengan pasti. Tetapi, apabila dilihat dari garis keturunannya, diduga dia lahir di Bagdad. Karena dia menurut pengakuannya -adalah keturunan Syeikh Abd al-Qadir al-Jilani (470-561 H.)-, pendiri tarikat Qadiriyah, yaitu turunan dari cucu perempuan Syeikh tersebut. Sedangkan Abd al-Qadir al-Jilani telah berdomisili di Bagdad sejak tahun 478 H. sampai akhir hayatnya, yaitu tahun 561 H. Dengan demikian, diduga anak keturunannya juga berdomisili di Bagdad. Maka, tentu tempat lahir al-Jili adalah Bagdad juga.
Lebih jauh, apabila diperhatikan pendapat Goldziher yang menisbatkan nama al-Jili kepada "Jil", kendati dibantah oleh Nicholson, mungkin dapat juga dibenarkan, karena "Jil" - menurut keterangan Yaqut - adalah suatu desa dalam distrik Bagdad yang dihuni oleh imigran yang berasal dari Jilan dan sekitarnya. Di distrik ini diduga al-Jili dilahirkan.
Tahun kelahirannya adalah awal Muharram tahun 767 H. (sekitar 1365-6 M.). Hal ini disepakati oleh semua penulis yang meneliti riwayat hidup al-Jili, tetapi mereka berbeda pendapat tentang tahun meninggalnya. A.J. Arberry, al-Taftazani, dan Umar Ridha Kahhalah mencatat bahwa al-Jili meninggal pada tahun 832 H./1428 M. Tetapi sayang penetapan tahun tersebut tidak dilengkapi dengan argumentasi yang dapat dijadikan dasar pertimbangan. Manurut catatan yang terdapat pada halaman depan kitab Al-Insan al-Kamil (Manusia Sempurna), baik yang diterbitkan oleh Mushtafa al-Babi al-Halabi, Kairo, maupun yang diterbitkan oleh Dar al-Fikr, Beirut, dia meningal pada tahun 805 H. (sekitar tahun 1402-3 M.). Selain dari itu ialah perkiraan bahwa al-Jili meninggal antara tahun 1406 dan 1407M. Dan dia menyebut pula bahwa tahun 805 H./1426 M.
Catatan-catatan yang dikemukakan oleh para penulis di atas hanya didasarkan atas perkiraan belaka, tanpa didukung oleh suatu sumber data yang valid (kuat). Agaknya, tahun meninggal al-Jili yang paling mendekati kebenaran ialah yang dikemukakan oleh Abdullah al-Habasyi, yang dikutipnya dari naskah tulisan tangan, berjudul Tuhfah al-Zaman fi Zikr Sadat al-Yaman, ditulis oleh al-Ahdal (w. 855 H.), yaitu bahwa al-Jili meninggal pada tahun 826 H. (sekitar 1420-1 M.). Dikatakan demikian, karena hidup al-Ahdal masih semasa dengan al-Jili. Dengan demikian, pendapatnya adalah pendapat yang paling mendekati kebenaran.
Di mana tempat meninggalnya? tidak pula ditemukan catatan yang pasti tentang itu. Hanya diperkirakan, dia meninggal di kota Zabid, karena di sinilah dia telah membina penghidupannya sejak masa kecil. Oleh karena itu, tidak mungkin dia meninggalkan kota ini tanpa suatu alasan yang konkrit. Apalagi apabila dilihat dari situasi dan kondisi kota Zabid pada waktu itu cukup aman, rakyatnya hidup makmur, dan pendidikanpun maju pesat. Hal demikian tidak mungkin membuat dia meninggalkan kota itu, walaupun untuk sementara dia pernah melakukan berbagai perjalanan ke luar negeri.
Kendati al-Jili lahir di Bagdad, sejak usia kanak-kanak dia telah dibawa oleh orang tuanya berimigrasi ke Yaman. Hal demikian disebabkan situasi kota Bagdad dan wilayah-wilayah sekitarnya yang dikuasai oleh bangsa Mongol tidak begitu aman, perekonomian rakyat yang stabil pada masa Ghazan telah runtuh kembali. Apalagi telah didengar pula berita tentang keganasan Timur Lenk yang membunuh ribuan penduduk yang tidak berdosa di beberapa kota yang didudukinya. Lain halnya di Yaman, kondisi dan situasi sosial politik cukup stabil dan rakyat umumnya hidup dengan perekonomian yang memadai. Dengan demikian, tidak heran, kalau orang tua al-Jili memilih alternatif berimigrasi ke Yaman (kota Zabid). Di kota Zabid inilah al-Jili mendapatkan pendidikan sejak dini. Dalam catatannya, dia menyebutkan bahwa tahun 779 H. dia mengikuti pelajaran dari Syeikh Syaraf al-Din Isma'il Ibn Ibrahim al-Jabarti (w. 806 H.), dan di antara temannya ketika itu ialah Syihab al-Din Ahmad Raddad (w. 821 H.). Dalam catatannya inilah dia menyebut gurunya/pembimbing rohaninya itu sebagai seorang yang telah mencapai peringkat tertinggi dalam hirarki sufi. Tahun 790 H. dia berada di Kusyi, India. Tetapi sayang, dia tidak menjelaskan apa tujuannya ke India itu dan berapa lama dia di sana. Dia hanya menceritakan pengalamannya di sana, dikatakannya bahwa dia menyaksikan orang yang merasa nikmat ketika lehernya terpenggal oleh pedang. Ketika kedatangannya ke India, tarikat-tarikat yang antara lain Khistiyah, Suhrawardiyah, dan Naqsyabandiyah berkembang pesat, dan demikian pula halnya dengan tasawuf filosofis Ibn 'Arabi. Oleh sebab itu, agaknya, kunjungannya ke India itu bukanlah atas motif politik atau ekonomi, karena keadaan sosial politik, dan ekonomi di India tidak lebih baik dari negeri Yaman, tetapi kunjungannya adalah dalam rangka memperluas pengalaman dan pengetahuannya di bidang kesufian. Perkiraan ini diperkuat pula oleh catatannya, seperti tersebut di atas yang menonjolkan pengungkapan pengalaman mistis (kesufian). Sebelum sampai ke India dia berhenti di Parsi. Di sanalah dia menulis karyanya Jannah al-Ma'arif wa Ghayah al-Murid wa al-Ma'arif. Dari sinilah dia bertolak ke India.
Pada akhir tahun 799 H. dia berkunjung ke Makkah, dalam rangka menunaikan ibadah haji, namun, dalam kesempatan itu dia sempat pula melakukan tukar-pikiran dengan ulama di sana. Hal ini menandakan bahwa kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan melebihi kecintaannya terhadap hal-hal lain.
Empat tahun kemudian, yakni tahun 803 H. al-Jili berkunjung ke kota Cairo. Di kota ini, dia sempat menyaksikan Universitas al-Azhar dan bertemu dengan para ulama di perguruan tinggi tersebut. Di Cairo inilah dia menyelesaikan penulisan bukunya yang berjudul Gunyah Arbab al-Sama' wa Kasyf al-Ghina' 'an Wujuh al-Istima'. Dalam tahun yang sama al-Jili telah berada pula di Gazzah, Palestina. Di kota inilah dia mulai menulis bukunya, al-Kamalat al-Ilahiyyah. Akan tetapi, setelah hidup di bumi Palestina selama lebih kurang dua tahun, kerinduan hatinya kepada gurunya, al-Jabarti dan kota Zabid semakin tidak tertahan, maka pada tahun 805 H. dia kembali ke Zabid dan sempat bergaul dengan gurunya itu selama satu tahun, karena al-Jabarti meninggal pada tahun 806 H.
Dalam urutan tahun-tahun kunjungannya, yang sebahagiannya tertera di dalam karya-karyanya dapat diketahui bahwa tahun kunjungannya ke Gazzah merupakan tahun yang terakhir dari perjalanannya ke luar Zabid. Dari itu, diketahui pula bahwa sekembalinya dari kota itu dia masih hidup selama lebih kurang 21 tahun dan masih terus aktif menulis sampai akhir hayatnya.
Karya tulis al-Jili cukup banyak, yaitu antara lain :
1. 'Aqidah al-Akabir al-Muqtabasahmin Ahzab wa Shalawa; Kitab yang membicarakan tentang akidah (keyakinan) para tokoh sufi. Kitab ini
tersimpan di perpustakaan Tripolis;
2. Arba'un Mautinan. Buku tentang perjalanan mistis ini naskanya tersimpan di Dar al-Kutub al-Misriyyah, Kairo;
3. Bahr al-Hudus wa al-Qidam wa Mauj al-Wujud wa al-'Adam. Buku ini tidak ditemukan, tetapi keberadaannya sebagai karya al-Jili disebutkannya sendiri di dalam Maratib al-Wujud;
4. Al-Insan al-Kamil fi Ma'rifat al-Awakhir wa al-Awail. Kitab ini merupakan kitab al-Jili yang paling populer. Naskahnya tersebar di berbagai perpustakaan, di antaranya terdapat di Dar al-Kutub al-Misriyyah, Kairo. Karya tulisnya ini juga telah diterbitkan beberapa kali oleh Maktabah Shabih, dan Mustafa al-Babi al-Halabi di Kairo, dan Dar al-Fikr di Beirut. Kitab ini terdiri atas dua jilid, yang secara keseluruhan mengandung 63 bab; jilid 1-41 bab, dimulai dari bab 1 sampai bab 41. Dan jilid II 22 bab, mulai dari bab 42 sampai 63. Di dalam karyanya inilah al-Jili mengemukakan konsep al-Insan al-Kamil secara detail. Beberapa fragment dari karya tersebut telah diterjemahkan oleh Titus Burkehardt ke dalam bahasa Perancis, dengan judul De I'Homme Universal. Terjemahan tersebut disertai oleh beberapa anotasi dari Burkehardt. Hasil terjemaham Burkehardt tersebut, kemudian diterjemahkan pula oleh Angela Culme Seymour ke dalam bahasa Inggeris, dengan judul Universal Man.
Di samping terjemahan di atas, terdapat pula 4 komentar (syarah) atas karya al-Jili tersebut, yaitu:
(1). Mudhihat al-Hal fi Sa'd Masmu'at al-Dajjal, komentar atas bab 50-54, oleh Ahmad Ibn Muhammad al-Madani (w. 1071 H./1660 M.) Komentar al-Madani ini sampai sekarang masih belum tercetak, dan naskahnya tersimpan di Library on India Office;
(2). Kasyf al-Bayan 'an Asrar al-Adyan fi Kitab al-Insan al-Kamil oleh 'Abd al-Ghani al-Nabulsi (w. 1159 H.
(3). Syarh 'Ali Zadah 'Abd al-Baqi' Ibnu 'Ali (w. 1159 H.)
(4). Syarh Syeikh 'Ali Ibnu Hijazi al-Bayumi (w. 1183 H.).
(5). Al-Kahf wa al-Raqim. Di dalam satu naskah, judul karyatulis ini adalah: Al-Kahf wa al-Raqim al-Kasyif 'an Asrar bi Ism Allah al-Rahman al-Rahim, sedangkan pada naskah lain tertulis judul: Al-Kahf wa al-Raqim fi Syarh bi Ism Allah al-Rahman al-Rahim. Buku ini telah diterbitkan oleh Dar al-Ma'arif al-Nizamiyah di Haiderabat, India, pada tahun 1917 M./1336 H. Penerbitan seterusnya, sesuai dengan naskah Dar al-Ma'arif al-Nizamiyah, dilakukan oleh al-Maktabah al-Mahmudiyyah al-Tijariyyah, Kairo. Al-Kahf wa al-Raqim merupakan komentar atas Basmalah secara panjang lebar menurut tafsir sufi. Berbeda dengan kitab-kitab tafsir di luar tafsir sufi yang berupaya menjelaskan kata demi kata dan kalimat demi kalimat dari ayat-ayat Alquran. Al-Jili di dalam karyanya ini, menjelaskan ayat pertama surat al-Fatihah, huruf demi huruf, yang menurutnya, merupakan lambang-lambang yang mempunyai makna tersendiri.
(6) Maratib al-Wujud wa Haqiqat al-Kull Maujud. Karya tulis al-Jili ini menjelaskan tentang peringkat wujud. Naskah ini disebut pula dengan judul Kitab Arba'in Maratib. Buku ini telah diterbitkan oleh Maktabah al-Jundi, Kairo.
(7) Al-Isfar 'an al-Risalah al-Anwar fi ma Yatajalla li Ahl al-Zikr min Asrar li al-Syeikh al-Akbar. Kitab ini berisi komentar atas karya Ibn 'Arabi Risalah al-Anwar. Karya ini tidak ditemukan lagi. Akan tetapi, di Leipzig ditemukan suatu naskah berjudul Al-Isfat 'an Nataij al-Asfar, tanpa disebut nama pengarangnya. Brockelmann memandang naskah ini sebagai karya al-Jili, tetapi Yusuf Zaidan memandangnya sebagai karya Ibn 'Arabi. Karya iini pernah diterbitkan oleh Mathba'ahal-Fiha, Damaskus pada tahun 1929 M., dengan judul Al-Isfar 'an Risalah al-Anwar fima Yatajalla li ahl al-Zikr min al-Anwar.
(8) Al-Marqum fi Sirr al-Tawhid al-Majhul wa al-Ma'lum. Buku ini berbicara tentang rahasia kemahaesaan Allah. Naskahnya tidak ditemukan, namun, informasinya masih ditemukan melalui karya tulis al-Jili yang lain, yakni al-Kamalat al-Ilahiyyah.
(9) Haqiqah al-Haqaiq. Kitab yang membicarakan tentang realitas sejati ini, menurut yang dituturkan oleh penulisnya, terdiri atas 30 juz, juz pertama disebut juga dengan judul Kitab Nuqtah, dan juz dengan judul Kitab al-Alif, tetapi sayang, hanya tinggal dua juz (juz I, dan II) yang masih dapat ditemukan. Naskahnya tersimpan di Dar al-Kutub al-Misriyyah, Kairo. Juz pertama yang masih ditemui itu telah diterbitkan oleh Dar al-Risalah, Kairo.
(10) Gunyah Arbab al-Sama' fi Kasyf al-Ghina' 'an Wajh al-Istma'. Buku ini menjelaskan tentang akhlak sufi dalam menempuh jalan tasawuf. Buku ini ditulis oleh al-Jili ketika dia berada di Kairo, pada tahun 803.
(11) Haqiqah al-Yaqin wa Zulfah wa al-Tamkin. Naskah yang hanya berisi 4 (empat) halaman ini menjelaskan tentang pokok keyakinan para sufi menyangkut masalah kemahaesaan Allah.
(12) Al-Manazir al-Ilahiyyah. Dalam naskah lain karya tulis ini berjudul Al-Manazir al-'Aliyyah. Berupa sebuah buku kecil yang memaparkan pengalaman kerohanian yang dirasakan oleh al-Jili. Sebelum memaparkan pengalaman rohaniah ini, dia menjelaskan lebih dahulu tentang dasar-dasar akidah yang wajib diyakini oleh setiap muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar