Rabu, 21 Desember 2011

PROF. DR. HAMKA


PROF. DR. HAMKA
Oleh: H. Ahmadi Isa

          Prof. Dr. Hamka dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1908 M. bertepatan dengan tanggal 14 Muharram 1326 H. di Sungai Batang Maninjau. Orang tuanya bernama Dr. Haji Abdul Karim Amrullah digelar dengan Haji Rasul, ulama terkenal di daerahnya, dan dikenal sebagai pejuang bangsa yang gigih.
          Hamka mulai belajar kepada ayahnya, kemudian melanjutkan di Diniyah School Padang Panjang di bawah asuhan Syeikh Zainuddin Labai Al-Yunusi, di Sumatera Thawalib Padang Panjang. Kemudian dia belajar kepada  Syeikh Ibrahim Musa Parabek Bukit Tinggi.
          Setelah Hamka pindah ke Jawa pada tahun 1924 M, dia belajar kepada Ahmad Rasyid Sutan Mansur, Haji Umar Said Tjokroaminoto, Haji Fakhruddin, Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.
          Setelah Hamka kembali dari menunaikan ibadah haji tahun 1927 M, dia menetap di daerahnya selama beberapa tahun, di sini dia giat dalam organisasi Muhammadiyah.
           Kemudian dia pindah ke Jakarta, dan pada tahun 1950, dia diangkat oleh Menteri Agama K.H. A. Wahid Hasyim menjadi pegawai Departemen Agama.
          Prof. Dr. Hamka pernah dipercayakan sebagai Guru Besar Ilmu Tasawuf di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta dan IAIN. Upayanya yang cukup bermakna ialah mengembalikan tasawuf ke ajarannya yang murni. Dalam hubungan ini dia mengarang bukunya yang terkenal, Mengembalikan Tasawuf ke Pangkalnya. Selain itu dia juga menulis beberapa karya tulisnya tentang tasawuf, antara lain :
1)Tasawuf Modern,
2) Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad,
3) Falsafah Hidup,
4) Lembaga Hidup,
5) Lembaga Hikmat,
6)Lembaga Budi,
7) Pandangan Hidup Muslim,
8) Renungan Tasawuf, dan lain-lain.
          Kini karya tulisnya yang berjudul Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad telah dipadukan menjadi satu dengan bukunya yang berjudul Mengembalikan Tasawuf ke Pangkalnya, dengan judul
Tasawuf Perkembangan & Pemurniannya.
            Hamka dibesarkan dalam keluarga yang menguasai ilmu tasawuf. Bapak dan kakeknya menguasai seluk beluk tasawuf dan selalu berupaya meluruskan masyarakat untuk bertasawuf secara benar sesuai dengan tuntunan Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. Hal ini menjadi pendorong yang kuat bagi Hamka untuk mengkaji secara intensif berbagai kitab tasawuf. Menurut pengakuannya, dia mempelajari tasawuf melalui kitab-kitab tasawuf, seperti kitab-kitab tasawuf karangan Al-Ghazali, Jamaluddin Al-Dimasyqi, Ibn Maskawaih, Ibn Sina, Ibn Taimiyah, Ibn Qayim, Muhammad Abduh, Ahmad Khatib, dan lain-lain.
          Setelah dia mempelajari tasawuf dari berbagai pihak, akhirnya dia berkesimpulan bahwa mereka yang bertasawuf atau mempelajari tasawuf akan membawa kepada hidup sederhana. Benda dan kemegahan duniawi tidaklah dapat menguasai hati seseorang sufi. Kejayaannya ialah ilmu dan makrifat yang didapatnya.
          Dalam pandangan Hamka, tasawuf adalah ajaran yang baik dan amat bermanfaat, karena tasawuf selalu berusaha membersihkan rohani, memperbaiki budi pekerti dan memperbanyak amal menuju Ilahi. Sebaliknya, Hamka juga mengatakan bahwa banyak juga dari ajaran-ajaran tasawuf itu yang menyimpang dan keluar dari ajaran Islam. Karena penyimpangan-penyimpangan itu, tasawuf bukan mendorong kepada kemajuan, malah membuat lemah, membenci dunia, mengasingkan diri, serta tertutup.
          Berdasarkan kenyataan itu, Hamka berusaha mengkaji tasawuf dengan seksama, meneliti dengan sungguh-sungguh, lalu berupaya mengembalikan tasawuf yang keliru ke tasawuf yang benar. Di sisi lain, dia berupaya menyesuaikan tasawuf dengan tuntutan kepentingan insan di zaman modern.
          Dengan tasawuf modern itu secara tidak langsung memotivasi para ilmuan muslim untuk mengadakan penelitian lebih jauh tentang tasawuf sebagai upaya pengembangan rohaniah guna bertaqarrub (mendekatkan) diri kepada Ilahi di masa kini.
          Hamka mengajak para ilmuan untuk mengkaji perkembangan tasawuf di dunia Islam dari abad ke abad, sebagaimana dia tulis dengan baik pada bukunya Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad. Terlihat dalam buku ini, Hamka melukiskan dengan manis perkembangan tasawuf secara dinamis, tetapi sayang, ada tasawuf yang konsisten dengan ajaran Alquran dan Sunah, tetapi ada pula yang keluar dari ketentuan Alquran dan Sunah Rasulullah SAW.
          Hamka mendambakan adanya tasawuf kontemporer yang ajaran tauhidnya seperti pendapat dan pandangan Ibn Taimiyah dan Abdul Wahab, memadukan antara tasawuf dengan syariah, sebagaimana pemikiran Al-Ghazali, maqamat dan ahwal seperti pandangan pengalaman kerohanian yang digagas oleh Ibn Qayim, dan berpegang dengan ajaran sufi yang diajarkan oleh Ahmad Khatib.
          Apabila kita cermati kehidupan Hamka sepanjang hayatnya, dan sebagaimana diakuinya, bahwa karya tasawuf sangat mempengaruhi kehidupannya, dia banyak berkelana ke mana-mana, berjuang mengajak umat ke arah kebenaran. Dia lalui liku-liku kehidupannya dengan senyum ceria dan duka nestapa penuh penderitaan dalam perjuangan. Fitnah yang membawanya ke terali besi (penjara) di satu sisi, di sisi lain dia raih prestasi, hingga dia menjadi guru besar, dan menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia. Semua itu dia jalani dengan penuh kesedarhanaan, ketabahan, kesabaran, dan selalu bertawakal kepada Allah SWT. Dia teladan yang baik dalam segala hal, dalam kehidupan kerohanian, berjuang tanpa henti, mendakwahkan ajaran Islam, mendidik umat tanpa kenal lelah. Dia dikenal sebagai wartawan, juru dakwah, budayawan, politisi, ilmuan dan pendidik. Dia punya iman yang teguh, maqamat kesufian yang teruji, dia selalu tegar dan konsisten dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dalam berbagai situsi dan kondisi apa pun.
          Dia akrab dipanggil Buya Hamka. Dia tutup usia pada pukul 10,41 waktu Indonesia bagian Barat, tepat pada hari Jumat, taggal 27 Juli 1981 M, bersamaan dengan tanggal 22 Ramadan 1401 H, di Jakarta dalam usia 73½ tahun. Janazahnya dikebumikan di Tanah Kusir Jakarta. Semoga dia mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT.












\\

Tidak ada komentar: